Menjadi Sahabat Bagi Istri

Persahabatan tidak bisa dijalin secara sepihak. Walaupun istri mau bersahabat namun bila suaminya menolak tentu tidak terjadi persahabatan. Sebenarnya banyak suami yang sungguh-sungguh mau menjadi sahabat buat istrinya, namun belum tahu apa yang harus dia lakukan. Jadi saya rasa pembahasan ini pasti akan menjadi berkat bagi kita sekalian.

Sering kali wanita maupun pria melihat satu sama lain sebagai makhluk yang asing, makhluk yang tidak bisa dia pahami. Dalam hal-hal tertentu masing-masing bisa memahami pasangannya, tapi untuk waktu-waktu yang lain, suami terkadang menganggap cara pikir istri begitu lain, dan aneh. Sebaliknya, istri berprasangka suami berpikiran begitu aneh, mengapa dia sampai bisa berpikir seperti itu. Maka saya setuju dengan komentar, bahwa ada suami atau istri yang sebetulnya berupaya dengan tulus untuk mengerti pasangannya, tapi mengalami kesulitan.

Enam Prinsip yang Dapat Menjadi Berkat Bagi Rumah Tangga

Memasak bersama

1. Seorang suami perlu mengerti bahwa wanita sangat dipengaruhi oleh suasana hati dan gejolak hormonalnya. Wanita memang mudah dipengaruhi secara emosional, jadi apa yang terjadi di luar akan menggugah emosinya dan waktu emosi itu sudah tergugah, maka emosi akan berperan sangat besar dalam pertimbangannya, dalam persepsinya, dan dalam bagaimana dia bereaksi terhadap apa yang sedang terjadi. Wanita juga dipengaruhi oleh gejolak hormonalnya, setiap bulan wanita harus melewati menstruasi atau datangnya haid. Pada masa ini akan terjadi perubahan hormonal dan akan membawa perubahan dalam emosinya. Pria tidak harus mengalami gejolak hormonal seperti ini. Setiap bulan pria itu melewati hari-harinya dengan sama, tapi wanita tidak sama. Ada hal-hal yang membuat wanita mudah terpancing dengan amarah, mudah bereaksi dengan kesedihan sedangkan pria tidak. Kadang kala pria salah sangka dan menganggap wanita tidak stabil. Sebetulnya bukan tidak stabil, dalam pengertian adanya kelemahan, tapi memang wanita sangat dipengaruhi oleh suasana hatinya dan gejolak hormonalnya. Jadi yang harus dilakukan oleh seorang pria adalah perlu memperhatikan bahasa tubuh istri kita, artinya perhatikan gerak-geriknya, wajahnya, sikapnya, apakah mulai berubah. Sebab seharusnya hal ini terlihat dengan jelas, waktu pria melihat bahwa istrinya mulai berubah, berarti ada yang mengganggunya. Kita harus menyesuaikan tindakan, sikap, atau kata-kata kita pada saat itu. Jangan sampai kita seperti orang yang tidak bijaksana, apapun perubahan yang terjadi pada diri istri kita tetap kita labrak, tetap kita katakan yang mau kita katakan, tanpa memilih waktunya atau memilih kata-katanya. Suami yang bijaksana ialah suami yang bisa melihat gerak-gerik istrinya dan mengetahui bahwa si istri dalam perasaan tertentu atau suasana hati tertentu.

Dalam kondisi emosi tidak stabil, yang paling penting adalah suami tidak membalasnya. Kalau istri mulai beremosi dan suami membalasnya, emosi disulut oleh emosi akan memperburuk keadaan. Juga jangan mendiamkannya, ada suami yang akhirnya karena takut, mendiamkan, justru tidak mau mengajak si istri berbicara. Itu juga salah. Yang harus dilakukannya adalah tetap berbicara seperti biasa tapi lebih peka, nada suara jangan terlalu dinaikkan, gunakan kata- kata yang lebih lembut. Dengan kata lain, kita mencoba mengontrol suasana di luar agar kondusif, dan bisa lebih reda. Misalkan masih ada piring-piring menumpuk yang harus dicuci, dan si suami melihat istri mulai tegang, tawarkanlah diri untuk mencuci piring-piring tersebut. Atau ketika anak perlu perhatian, istri mulai merasa tegang, suami bisa berkata, "Apa bisa saya bantu, saya saja yang mengajak anak malam ini." Gerakan atau upaya suami untuk menolong istri akan menciptakan suasana yang teduh, yang dapat membawa istri untuk lebih tenang.

2. Yang perlu dipahami oleh seorang suami, bahwa istri atau wanita membutuhkan sentuhan fisik agar membuatnya merasa dikasihi. Saya tahu ada wanita yang tidak terlalu membutuhkan, tapi umumnya wanita membutuhkan sentuhan fisik. Sentuhan bukan berarti dipegang- pegang, sentuhan berarti sentuhan yang lembut, yang sangat sederhana tapi mengkomunikasikan perasaan cinta suami kepada istri. Saran saya, jangan hanya menyentuh si istri waktu berhubungan seksual. Bila kita hanya menyentuh istri pada waktu berhubungan seksual, tidak bisa tidak istri akan merasa dipakai. Jadi jangan sampai melakukannya hanya pada saat itu saja, sentuhlah dia dalam suasana yang jauh lebih santai, ketika mau pergi, sedang lewat, sedang berpapasan, peganglah tangannya, sentuhlah pundaknya atau sedikit memegang tubuhnya. Hal ini membuat istri merasa bahwa suami bersama dengan dia dan dia tidak sendiri. Bagi seorang wanita, memiliki perasaan bersama atau kebersamaan adalah perasaan yang penting. Waktu berjalan suami tidak berjalan sendirian tapi berusaha memegangnya atau menyentuhnya. Ini membuat ia merasa adanya kontak yang membuat ia merasa dikasihi dan bersama-sama, ini hal-hal kecil yang bagi pria memang tidak ada artinya tapi berarti besar bagi seorang wanita. Perempuan menghargai sentuhan-sentuhan kecil seperti itu dan sama sekali tidak berarti kekanak-kanakan atau manja.

Mengapa kadang-kadang pria merasa canggung, justru setelah dia menjadi suami bagi wanita yang sekarang jadi istrinya? Waktu berpacaran rasanya tidak ada kecanggungan untuk memegang pundaknya, dan memegang tangannya ketika berjalan. Tapi setelah menjadi suami- istri sekian tahun lalu pria canggung. Saya kira ada beberapa penyebabnya:

  1. Pada masa berpacaran tentunya sentuhan adalah sesuatu yang juga dinikmati oleh pria, karena sesuatu yang baru biasanya memang menyenangkan. Lama kelamaan dia akan terbiasa, dan waktu sudah terbiasa si pria tidak lagi merasakan gunanya. Sentuhan bagi seorang pria kebanyakan hanya bermakna sentuhan fisik, tapi bagi seorang wanita, sentuhan berarti suatu pengkomunikasian cinta. Jadi sangat bersifat dalam dan emosional. Dengan kata lain bagi pria, dia sudah berkali-kali menyentuhnya, ya sudahlah, hilanglah daya tariknya atau maknanya tapi tidak demikian dengan wanita.
  2. Penyebab kedua adalah karena pria biasanya berorientasi pada target. Dia tahu bahwa wanita senang dipegang, disentuh dan dipeluk. Pada masa berpacaran dia seperti sedang mencoba mendapatkan targetnya, yaitu si calon istri. Setelah mendapatkan, dia merasa tidak perlu lagi mengeluarkan banyak energi untuk menyentuhnya seperti itu, karena sudah mendapat targetnya. Sebenarnya itu harus dipelihara, jangan sampai pria melupakan, bahwa setelah mendapat target, sudah boleh disia- siakan.

3. Dalam hal komunikasi suami-istri, supaya suami bisa menjadi sahabat bagi istrinya ia perlu mengerti bahwa wanita senang diajak berbicara karena hal ini membuatnya merasa penting dalam kehidupan si pria. Jadi bagi wanita tidak penting dia dilihat orang seperti apa, tetapi dia ingin kepastian bahwa bagi suaminya, dia adalah orang yang penting. Waktu dia merasa tidak penting bagi hidup suami, itu hal yang mencemaskan dan sangat menakutkannya. Saran saya, pilih waktu yang santai sekurangnya seminggu sekali untuk berbincang-bincang dengan lumayan panjang, kalau bisa lebih banyak. Tapi misalnya kalau sibuk sekali, sediakan waktu seminggu sekali untuk bisa pergi berdua dan bisa ngobrol-ngobrol dengan bebas tanpa anak, tanpa orang lain. Atau misalnya seorang suami berkata, "O ... saya tidak pandai bicara, bagaimana ini?" Saya sarankan kalau tidak bisa berbicara banyak, ajukan pertanyaan. Tanyakan tentang kegiatannya hari itu, tentang anak-anak hari ini dan hal-hal rutin lainnya. Saya berikan contoh yang sedikit memalukan saya. Beberapa waktu yang lalu saya mulai bertanya kepada istri saya, "Apa kabar kamu hari ini?" Waktu saya bertanya, saya kaget ternyata bertahun- tahun saya tidak pernah menanyakan itu. Saya menganggap sudah tahu bagaimana keadaannya setiap hari, ya sudah tidak perlu ditanya lagi. Tapi waktu saya bertanya, saya diingatkan bahwa ini adalah pertanyaan yang menyenangkan dia. Biasanya waktu saya tanyakan itu, dia bercerita tadi begini, tadi begitu, tadi si anak begini, tadi si itu begitu. Yang dibutuhkan oleh istri adalah jalinan kontak. Waktu dia bisa berbicara dengan suaminya, dia merasa tidak tertinggal, tidak dikeluarkan dari kehidupan suaminya, dia tetap bersama suaminya sehingga ada kontak-kontak emosional. Wanita sangat mendambakan jalinan atau kontak-kontak emosional seperti ini.

Bisa juga meluangkan waktu pada saat jalan pagi atau sore sesudah makan, di halaman atau di ruang tamu berbincang-bincang, ini memang harapan setiap istri.

Bila mau dilakukan, ternyata tidak terlalu susah, jalan pagi bersama-sama atau berduaan sore-sore, atau ngobrol-ngobrol berdua. Itu nantinya bisa menjadi kebiasaan. Dan saya melihat akhirnya waktu suami bisa memberikan meskipun tidak banyak waktu seperti itu, hasil yang dia akan petik justru sangat besar. Si istri merasa disayangi dan akan membalas dengan lebih banyak cinta kasih kepada suaminya.

4. Seorang suami perlu mengerti bahwa wanita sangat dipengaruhi oleh emosi sesaat dan mudah kehilangan keseimbangan rasional. Kadang kala istri akan mencetuskan kata-kata "aku tidak suka denganmu", hati-hati agar pria tidak menginterpretasi kata-kata ini secara kaku. Waktu wanita berkata demikian umumnya itu adalah emosinya yang sesaat dan kita perlu ketahui bahwa cetusan emosi tidak sama dengan isi hati. Pria berbeda, pada umumnya pria baru mengeluarkan kata-kata yang negatif atau menyakitkan setelah dia merasakan itu untuk waktu yang lama, kalau wanita tidak. Jadi sebaliknya kepada para wanita, sebisanya hati-hati dengan kata-kata itu, sebab pria cenderung menafsir kata-kata itu secara permanen, selama-lamanya engkau tidak suka denganku. Misalnya dalam hubungan seksual, waktu si istri tidak bersedia mungkin sang suami berpikir engkau tidak suka dan kalau engkau tidak suka berarti selama-lamanya engkau tidak suka.

  1. Pria perlu menyadari wanita dipengaruhi oleh emosi sesaat, dan yang sesaat tidak berarti selama-lamanya.
  2. Yang lainnya lagi yang harus dilakukan oleh pria adalah menoleransi ketidakkonsistenan dan subjektifitas istrinya. Memang istri mungkin akan berkata begini hari ini dan besok lain lagi, atau berpandangan cukup subjektif dan kurang melihat secara objektif. Suami seharusnya tidak mempermasalahkan hal itu. Jangan menyerang istri dan berkata "engkau tidak konsisten", "engkau terlalu subjektif". Hadapi dan beritahukan saja apa yang menurut pria ini seharusnya dipikirkan atau dilakukan, tanpa harus menyerang bahwa istri ini terlalu apa atau bagaimana. Sebab memang begitulah adanya.

Bila ada konflik, berilah penjelasan setelah emosi wanita reda, namun sewaktu emosinya belum mereda, tidak berarti si pria harus meninggalkan istri, itu lebih memancing kemarahan. Biarkan duduk sama-sama, dengarkan dulu sampai dia sudah tenang, kemudian disambung lagi. Atau si pria bisa berkata, "Saya rasa tidak bisa kita teruskan sekarang, kita tunda dulu, nanti kita lanjutkan." Nanti setelah dia tenang, suami akan bisa berbicara dengan lebih logis. Jadi intinya jangan membalas emosi dengan emosi karena emosi mudah tersulut oleh emosi yang lainnya.

5. Berikutnya adalah tentang bertanya. Ini sering kali mengganggu bila wanita suka bertanya dan pria menganggap, wanita ingin menguasainya, mengatur hidupnya atau mempertanyakan keputusannya. Pria perlu mengerti bahwa umumnya pada saat wanita bertanya, ia ingin bicara dan kalau tidak hanya ingin bicara, biasanya dia memang sungguh-sungguh tidak begitu mengerti dan ingin mendapatkan penjelasan dari pria. Jadi jarang wanita yang sungguh-sungguh berminat atau berambisi untuk menguasai suaminya, kebanyakan hanya untuk bertanya karena tidak tahu atau hanya untuk ngobrol. Atau agar bisa terjadi percakapan, maka dia bertanya. Saran saya adalah jangan mudah merasa defensif, marah, apalagi tersinggung karena si istri bertanya, jawab seadanya. Dan kalau tidak sempat menjawab, kita bisa menjanjikan kesempatan yang lain, kita bisa berkata sekarang aku lagi sibuk, sekarang aku lagi mengerjakan ini bagaimana nanti aku akan berikan jawabannya. Janjikanlah kesempatan lain dan penuhi janji itu.

Mungkin saja pertanyaan itu merupakan kebutuhan istri untuk memberikan rasa aman pada dirinya, cintanya berkali-kali ditanyakan, "kamu cinta saya?" Padahal dia tahu kalau dia masih atau tetap dikasihi. Tadi kita sudah singgung bahwa wanita bersikap sangat subjektif dan dipengaruhi oleh emosi sesaat, bahwa sesuatu itu tidak bisa langsung dianggap permanen. Jadi bagi seorang wanita hari ini dia tahu dia dikasihi, besok dia ingin diberikan jaminan lagi bahwa dia dikasihi. Kalau pria tidak perlu, dia tahu si istri mencintainya dan itu berlaku untuk selamanya. Berbeda dengan wanita yang memerlukan peneguhan ulang. Sebab wanita dipengaruhi oleh emosi sesaat. Waktu dia melihat suaminya agak sedikit repot, tidak begitu banyak ngomong dengan dia hari ini, itu sudah membuat wanita merasa berbeda, ada yang tidak sama antara kemarin dan sekarang. Berarti dia harus tahu, apakah perasaan suami tetap sama atau jangan-jangan ada apa-apa dengan dia. Dia mau memastikan sehingga ia harus bertanya.

Ada kemungkinan istri dipengaruhi oleh kebiasaan laki-laki suka menyeleweng, karena hal ini sering terjadi. Boleh dikatakan, ketakutan ini menghantui semua istri, jadi untuk berjaga-jaga jangan sampai kecolongan, maka wanita akhirnya bertanya-tanya. Kadang-kadang yang sering kali terjadi adalah istri menceritakan satu hal yang sama berulang-ulang. Sekali lagi, bagi wanita, berbicara adalah hal yang memang merupakan kebutuhannya. Jadi isinya, berapa rasionalnya, berapa pentingnya itu memang nomor dua. Yang penting terjadinya percakapan, itu adalah tujuan akhirnya. Kalau pria berbicara biasanya untuk tujuan tertentu demi mencapai target. Kalau wanita tidak, bicara itu sendiri adalah targetnya.

6. Pria perlu mengerti bahwa wanita melihat dunianya secara personal atau pribadi dan wanita ingin dinilai baik. Pada dasarnya pria ingin dinilai sanggup atau mampu, wanita ingin dinilai baik. Maksudnya begini:

  1. Jangan mengkritik wanita secara langsung apalagi kasar, karena wanita memang bersifat personal. Mudah sekali sesuatu itu ditafsirkan sebagai serangan terhadap dirinya bahwa ada yang tidak baik tentang dirinya, bahwa dia bukan orang yang baik, tidak layak, atau ada yang cacat, itu sangat mudah melukai hati wanita. Jadi kritiklah dengan sangat hati-hati, karena bila langsung menghujamkan kritikan, kebanyakan akan berdampak negatif.
  2. Jangan membandingkan istri dengan orang lain, karena biasanya akan memancing kemarahan, sebab wanita bersifat pribadi dan berorientasi secara personal. Jadi waktu dibanding-bandingkan, dia merasa dirinya jelek dan ada orang yang lebih bagus dan dia dipermalukan karena orang lain yang dibandingkan lebih bagus daripadanya. Jadi hati-hati, jangan membandingkan bahkan dengan ibu atau saudara sendiri sekalipun.
  3. Bila suami ada ketidakpuasan, ungkapkanlah ketidakpuasan itu dengan lemah lembut dan yakinkanlah bahwa ini demi kebaikan relasi kita berdua. Kalau pria perlu diyakinkan, ini untuk kebaikan si pria, kalau wanita tidak. Wanita lebih peduli kalau dikatakan bahwa ini untuk kebaikan relasi kita berdua sebab sekali lag; bagi wanita kebersamaan itu sangatlah penting, jadi bila dia tahu ini untuk kebaikan suami-istri, dia akan lebih peka waktu mendengarkannya.

Walaupun di sini tidak mengungkapkan sedikit pun tentang seks, sebenarnya tetap ada pengaruhnya. Suami yang menginginkan seks pada istri biasanya tetap membuat istri penting, menarik, tetap bergairah atau menggairahkan. Waktu suami tidak mau lagi berhubungan dan tidak lagi meminta, cenderung membuat istri merasa dia sudah tidak lagi menggairahkan suaminya. Dan ini bisa menjadi kerikil. Namun kalau suami bisa memberikan hubungan seksual itu dengan teratur meskipun tidak terlalu sering biasanya itu sudah sangat memuaskan bagi istri, sebab memang kebutuhan seksual pria dan wanita tidak sama. Bagi wanita kebutuhan emosional berada di atas kebutuhan seksual, bagi pria pada umumnya kebutuhan seksual berada di atas kebutuhan emosionalnya.

Dalam Efesus 5:28 ada nasihat: "Demikian juga suami harus mengasihi istrinya sama seperti tubuhnya sendiri. Siapa yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri."

Firman Tuhan dengan jelas meminta suami untuk mengasihi istrinya dan siapa yang mengasihi istri, dia adalah sahabat istri. Enam hal yang telah kita bahas di atas merupakan contoh-contoh konkret bagaimana suami bisa mengasihi istrinya. Misalkan dengan sentuhan, kata-kata yang lembut, mengerti bahwa dia memang cenderung subjektif dan sebagainya. Itu adalah wujud cinta kasih dan waktu suami memberikan semuanya itu, istri melihat bahwa suami mengasihinya dan dia menganggap suami sebagai sahabatnya, berada di pihaknya.

Hal ini akan menjadi contoh buat anak-anaknya sehingga mereka juga mencintai ibunya. Juga bila suami suka menyentuh dan merangkul, anak juga suka melakukan hal yang sama pada ibunya. Jadi anak-anak akan belajar banyak dari perilaku kita, waktu dia melihat hal-hal yang baik dia juga akan mengikutinya. Dan itu adalah investasi yang bagus bagi si anak karena nanti dia akan memberikan itu kepada istrinya pula.

Hanya dengan persahabatan yang kokoh di mana Tuhan yang menjadi pemersatunya, keluarga-keluarga saat ini akan dapat bertahan di tengah-tengah gempuran pencobaan dan tantangan zaman.

Diambil dari:
Judul Buletin : TELAGA
Judul Artikel : Menjadi Sahabat Bagi Istri
Pengarang : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D.
Penerbit : Literatur SAAT, Malang, 2004
Halaman : 5 -- 17
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA