Mengambil Waktu-Ku

Hukum yang keempat: "Ingatlah dan kuduskanlah Hari Sabat", menimbulkan pertanyaan. Pertama, persoalan historis: Apakah sudah ada pengudusan hari Sabat sebelum Sinai? Kata "ingatlah" menyatakan perintah, termasuk penekanan akan tidak diberikannya manna oleh Allah pada hari yang ke tujuh, karena Dia telah menjadikan itu Sabat untuk istirahat (Keluaran 16:22-30), menunjukkan melalui Kejadian 2:2, dst. (Allah memberkati hari yang ketujuh dan menguduskannya, karena Allah beristirahat pada hari itu) memegang Sabat kembali ke penciptaan.

Sabat dari Hari Tuhan

Waktu

Kedua, persoalan dispensasi (pembagian jaman): apa hubungan Sabat Perjanjian Lama, hari ketujuh dari minggu itu, mengingatkan akan penciptaan dan penebusan dari Mesir (Ulangan 5:15), dan "hari Tuhan" ketika orang-orang Kristen bertemu untuk beribadah, hari pertama setiap minggu, memperingati kebangkitan Yesus (lihat Yohanes 20-19; Kisah Para Rasul 20:7; Wahyu 1:10) Bagi Thomas Aquinas dan Pengakuan Iman Westminster, hubungannya hanya cara yang baru dalam menghitung enam-dan-satu, sehingga pengudusan hari Tuhan adalah bentuk orang Kristen memegang hari Sabat. "Dari sejak permulaan dunia hingga kebangkitan Kristus, Allah menunjuk hari ketujuh dari setiap minggu menjadi Sabat mingguan; dan kemudian hari pertama dari setiap minggu ... yang adalah Sabat Kristen" (Katekismus Singkat Westminster).

Kelihatannya ini tetap merupakan suatu pembacaan yang wajar dari bukti yang memang tidak terlalu banyak (misalnya ketiga ayat Perjanjian Baru yang dikutip di atas); tetapi orang-orang Advent Hari Ketujuh melanjutkan Sabat Sabtu, menolak perubahan yang telah dibuat, sementara banyak yang lain bersama-sama dengan Agustinus, melihat bahwa perintah "beristirahat" adalah model dari peristirahatan iman kita dalam Kristus, berkesimpulan bahwa, seperti juga model dalam Perjanjian Lama, perintah ini kini ditiadakan. Maka, alasan mereka untuk memegang hari Tuhan adalah lebih berupa praktik tradisi gereja daripada perintah langsung dari Allah.

Ketiga, persoalan etika: Jika hari Tuhan adalah Sabat Kristen, bagaimana kita memegangnya dengan kudus? Jawabannya - dengan bersikap seperti Yesus. Sabat-Nya adalah hari-hari, bukan untuk kenikmatan secara pasif, tetapi untuk beribadah kepada Allah dan melakukan yang baik - yang oleh Katekimus Singkat disebut sebagai "pekerjaan untuk kepentingan dan kemurahan" Lukas 4:16, 13:10-17; 14:1-6). Kebebasan dan pandangan umum memberikan kebebasan untuk melayani Tuhan pada hari-Nya. Matthew Henry berkata bahwa Sabat merupakan suatu hari istirahat kudus,sehingga itu dapat menjadi hari kerja kudus. Dari pekerjaan kudus ini, di dalam dunia kita yang santai dan sepi ini, rekreasi fisik dan sukacita keluarga tidak boleh ditingalkan, tetapi persekutuan Kristen haruslah diutamakan.

Waktumu Adalah Waktu Tuhan

Gangguan dari ketiga pertanyaan ini mungkin dapat diperdebatkan, tetapi prinsip yang melandasinya cukup jelas - yaitu, bahwa kita harus menghormati Allah bukan hanya dengan kesetiaan kita (hukum yang pertama), dan hidup-pikiran kita (hukum yang kedua), dan perkataan kita (hukum yang ketiga), tetapi juga dengan penggunaan waktu kita, ritme dari kerja dan istirahat; enam hari kerja dimahkotai dengan satu hari ibadah. Tuntutan Allah akan Sabat kita mengingatkan kita bahwa seluruh waktu kita adalah anugerah-Nya, yang harus dikembalikan bagi-Nya dan digunakan untuk Dia. Termasuk: "Ambillah hidupku, ambillah setiap detik dan setiap hari - ambillah waktuku, semuanya." Inilah di mana ketaatan yang benar kepada hukum yang keempat dimulai.

Merupakan kebenaran umum jika dikatakan bahwa orang Kristen adalah penatalayan dari anugerah dan uang yang Allah berikan; tetapi sangat kurang ditekankan bahwa kita adalah penatalayan dari waktu yang diberikan kepada kita, tetapi jelas itu juga adalah kebenaran. Kita dapat mempelajari hal ini dari kaum Puritan, yang sering menyuarakan sikap penghargaan mereka terhadap waktu, dan dari Paulus yang menekankan: "Perhatikan bagaimana engkau hidup, ... pergunakanlah waktumu karena hari-hari ini adalah jahat" (Efesus 5:15 dst; band. Kolose 4:5). "Waktu" berarti "momen" atau "kesempatan"; "berbuat yang terbaik" adalah secara harafiah "membeli", "menebus dari kesia-siaan atau "ketidakbergunaan"; dan hari-hari adalah "jahat" dalam pandangan Paulus, yaitu penuh pencobaan dan oposisi dari sumber-sumber setan (band. 6:11-17). Setan ingin melihat setiap menit disia-siakan; dan bagi kita adalah membuat setiap menit berarti bagi Allah.

Bagaimana? Bukan dengan memadatkan segala macam aktivitas ke dalam satu kantong waktu (seperti kesalahan umum masa kini), tetapi dengan suatu aturan hidup di mana ada ritme antara kesibukan dan istirahat, kerja dan ibadah, waktu-waktu yang teratur untuk tidur, keluarga, mencari nafkah, di rumah, berdoa, rekreasi, dll., sehingga kita lebih menguasai waktu daripada dikuasai oleh waktu.

Mungkin sedikit dari kita memegang hukum keempat secara serius seperti seharusnya kita lakukan. Kegagalan saya di sini cukup besar. Bagaimana dengan Saudara?

Diambil dari:
Judul artikel : Mengambil Waktu-Ku
Judul buku : Kristen Sejati
Penulis : J.I. Packer
Penerbit : Surabaya: LRII, 1993
Halaman : 35-37
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA