Firman Allah dan Kehidupan dalam Kristus

Mazmur 119:1-16.

Bagi kita yang hidup di zaman banyak buku telah dicetak, pikiran pertama yang timbul dalam benak kita ketika kita melihat istilah "firman Allah" adalah ayat-ayat Alkitab dalam bentuk cetakan. Namun, bagi Pemazmur ungkapan ini lebih menekankan pada perintah ilahi (hukum, "Taurat"). Memang ditulis sebagai buku penuntun, tetapi sebagian besar diturunkan dari mulut ke mulut kepada anak cucu mereka. Sejumlah perintah Allah yang diberikan sebagai tanda kebaikan Allah. Patung-patung tidak dapat berbicara atau berbuat apa-apa, tetapi Allah Israel adalah Juru Selamat dan bisa berbicara. Israel beruntung karena ia dikaruniai untuk menikmati kasih karunia dan pengajaran-Nya (Mzm. 147:19, dst.). Allah menyatakan kehendak-Nya dalam dua cara (untuk maksud yang baik dan perintah), dan yang dimaksud kesalehan adalah hidup tetap sesuai dengan firman-Nya. Kasih karunia dan kuasa firman Allah merupakan tema yang terus-menerus diutarakan dalam kitab Mazmur (Mzm. 19:7-11). Dalam Mzm. 119, 176 semua ayatnya, kecuali satu, menyebutkan secara langsung pernyataan-pernyataan yang kaya tentang tema ini. Pemazmur sangat mencintai firman Tuhan, sehingga dia menyimpannya dalam hati dan mengingatnya (11, 16), merenungkannya, dan bergembira karenanya (14-16), memperhatikannya agar dia tidak jatuh ke dalam dosa dan dapat mempelajari jalan kehidupan (9-12), serta rindu untuk mempraktikkannya sepenuhnya (5-8). Dalam hal ini, ada kesinambungan antara orang-orang saleh dalam Perjanjian Lama dan orang-orang Kristen masa kini. Masa kini, Kristen memiliki firman Tuhan dari dua kitab Perjanjian (Lama dan Baru); firman Tuhan yang merupakan sumber utama petunjuk, kasih karunia dan pertumbuhan yang diperlukan.

Mazmur

Selain berisi fakta-fakta firman Tuhan, pasal ini juga menunjukkan bentuknya dengan menyoroti dari berbagai sudut. "Firman" (9, 11, 16) berarti "berita", "hukum" berarti "perintah", seperti misalnya dari seorang ayah kepada keluarganya; "peringatan-peringatan" (2, 14), "ketetapan-ketetapan" (5, 8, 12, 16), "hukum-hukum" atau "peraturan- peraturan" (7, 13), "titah-titah" (4, 15), "perintah-perintah" (6, 10) adalah perintah-perintah moral. Petunjuk mengenai "kebahagiaan" orang- orang yang berjalan sesuai dengan hukum-hukum-Nya (1, dst.), dan penjelasan bahwa mencari Allah adalah inti dari pelaksanaan hukum Taurat (2, 10), memperlihatkan bahwa firman Tuhan berisi janji-janji (49, dst.) dan menyatakan diri Allah sendiri (18). Firman adalah media komunikasi dan persekutuan Allah dengan manusia yang meliputi segala perkara.

Akhirnya, ayat-ayat ini memperlihatkan "buah-buah" yang membangkitkan keinginan untuk menaatinya (5), berdoa untuk mendapatkan petunjuk (12) dan kesungguhan hati untuk mencari Allah (2, 10). Firman Allah juga membersihkan jalan hidup kita, menjauhkan kita dari hal-hal yang najis (9); mendorong kita untuk berbicara kepada Allah (13) dan mendapatkan sukacita di dalam Dia (14, 16). Jadi melalui firman Tuhan, karya Allah berlangsung dalam kehidupan manusiawi kita.

Mazmur 1

Mazmur 1 merupakan Mazmur kunci, yang menentukan nada dan mengetengahkan pandangan yang terdapat di seluruh Mazmur. Mazmur ini merupakan suatu renungan yang menceritakan riwayat hidup singkat dari seorang yang saleh (orang benar, 5) dibandingkan dengan orang fasik. Dan, secara tegas menganjurkan kita untuk mengikuti jejak orang benar tersebut. Berkat orang benar -- yakni kebahagiaan, karena mereka hidup di bawah berkat-berkat Allah -- ini merupakan tema dari Mazmur ini. Perubahan kondisi-kondisi dari zaman Perjanjian Lama ke kondisi-kondisi zaman Perjanjian Baru sama sekali tidak memengaruhi pesan-pesan yang terdapat dalam ayat-ayat ini. Karena kenyataan-kenyataan rohani yang dipaparkan tidak berubah.

Pertama, jalan orang benar (1) dibandingkan dengan jalan fasik (6). Orang yang saleh menjauhkan diri dari pikiran rencana-rencana, minat, dan sikap orang-orang yang mencemooh kesalehan dan menentang Allah (1). Mereka malah suka melakukan perintah Allah. Mengapa? Karena mereka bergembira dalam Allah yang dari pada-Nya firman itu berasal dan keluar. Kata "hukum" di sini berarti perintah (ajaran) Allah dan secara keseluruhan meliputi petunjuk-petunjuk etis, janji-janji, dan pengetahuan tentang kasih karunia. Semua ini membawa sukacita (2). D.L. Moody benar ketika dia berkata bahwa Alkitab akan menjauhkan Anda dari dosa atau dosa akan menjauhkan Anda dari Alkitab. Karena hukum-hukum Allah mengutuk dosa. Tidak mungkin seseorang dapat menyukai keduanya pada waktu yang bersamaan. Pemikiran alkitabiah tentang moralitas, dalam ayat-ayat ini maupun di bagian-bagian Alkitab yang lain, memisahkan hukum-hukum Allah dan dosa menjadi dua hal yang sangat berlawanan.

Buah dari kebenaran (3) semata-mata merupakan keserupaan dengan Allah dalam tingkah laku, pengaruh-pengaruh yang baik dan peran serta positif bagi kesejahteraan orang lain. Dalam hal ini kita dapat melihat dengan jelas bahwa orang fasik sama sekali tidak mengeluarkan buah-buah seperti ini. Dosa merupakan kekuatan yang menghancurkan. Para pendosa membawa dirinya sendiri dan dunia pada kesengsaraan. Orang saleh terus berbuah secara teratur, persis seperti sebatang pohon yang berakar di tepi sebuah sungai dan memperoleh makanannya dari air yang terdapat di dalam tanah. Lukisan ini menggambarkan bagaimana Allah mengaruniakan kepada orang-orang saleh kekuatan untuk melakukan segala pekerjaan yang baik (2 Tim. 3:16) bila mereka merenungkan firman-Nya. Keberhasilannya yang menyeluruh bersifat spiritual, karena orang saleh tersebut berusaha melakukan segala sesuatu bagi kemuliaan Allah sesuai dengan firman-Nya. Dia diperkaya dengan kepuasan batiniah yang berasal dari hati nurani yang baik; walaupun mungkin secara lahiriah dia mengalami kesulitan, usaha-usaha yang keras, dan kegagalan-kegagalan.

Keteguhan dan ketabahannya tidak hanya berasal dari keutuhan batin, tetapi karena fakta bahwa Allah mengetahui jalan hidupnya, menerimanya, dan menjaganya. Pada hari penghakiman terakhir, dia akan "berdiri" yakni diteguhkan sebagai orang yang berhak memperoleh hadiah dari Allah. Sedangkan orang fasik, yang cara-cara hidupnya tidak diterima Allah, akan tidak dapat bertahan (6). Alkitab selalu menilai cara-cara hidup manusia dengan memperlihatkan bagaimana nasib akhir mereka pada waktu penghakiman akhir.

Matius 7:24-27; Yohanes 8:30-37

Kini, seperti ketika Tuhan Yesus ada di dunia, kabar penting yang disampaikan-Nya tetap berisi kasih karunia dan penghakiman bagi manusia; baik manusia mau menerima-Nya atau tidak. Kata "perkataan-Ku" (Mat. 7:24) dan "firman-Ku" (Yoh. 8:31) menunjukkan bahwa itu harus terjadi dalam pemuridan: Bagaimana cara hidup di dalam Kerajaan Allah di bawah pemerintahan Sang Raja. Setelah Pentakosta, para rasul menambahkan banyak pengajaran tentang kasih karunia yang telah diberikan melalui salib dan kebangkitan Yesus Kristus. Namun, hanya sedikit yang mereka tambahkan pada penjelasan tersebut tentang cara-cara hidup di bawah kasih karunia, yakni "Etika Kerajaan Allah" yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus.

Yang utama dari "firman Yesus" ini secara mutlak dan tidak terbatas, Yesus menuntut untuk diakui sebagai Guru, Juru Selamat, dan Tuan (nabi, imam, dan raja). Inilah iman sebagaimana yang diajarkan oleh Yesus. Yesus mendesak para pendengar-Nya untuk melakukan dan tetap tinggal dalam firman-Nya. Dia memanggil mereka untuk memiliki ketaatan iman. Orang yang menanggapi panggilan-Nya disebut-Nya "orang yang bijaksana". Yakni orang (selalu dikatakan dalam Alkitab) yang berpikir dan bertindak atas dasar kenyataan dan bersikap hati-hati, memikirkan masa depannya dan hidup sesuai pimpinan Tuhan serta memilih cara hidup yang terpuji dan menolak cara hidup yang membawa pada kehancuran (Mat. 7:24).

Tinggal tetap dalam "perkataan Yesus" merupakan satu-satunya tanda hidup di dalam kasih karunia Allah. Inilah inti dari Yoh. 8:30-37. Beberapa orang Yahudi telah "percaya" kepada Yesus secara sepintas lalu dan dangkal karena terkesan pada Yesus. Namun, mereka belum cukup mengenal Yesus dan tidak memahami apa yang dituntut dari mereka bila mau menjadi murid-Nya. "Kepercayaan" seperti itu -- hanya setengah jalan menuju iman, tetapi belum dapat disebut iman, dan biasanya tidak menimbulkan iman -- tampak dalam Yoh. 2:23. Dalam perumpamaan "penabur benih" (Mat. 13:5 dst., 20 dst.) pendengar ini seperti benih yang ditabur pada tanah yang berbatu. Di dalam peristiwa ini, undangan Yesus untuk tinggal tetap dalam firman-Nya justru dibalas dengan kejahatan: "Kepercayaan" mereka memudar dan justru mereka mengharapkan kematian-Nya (37). Betapa mudahnya orang-orang beragama berubah bila mereka diperhadapkan kepada kebutuhan rohani yang sebenarnya! Apakah pengajaran ini pula yang membuat Yudas kemudian menentang Yesus?

Kondisi yang tidak mantap (karena mereka dijajah bangsa Romawi) dan keangkuhan tentang hak-hak istimewa yang dimiliki dalam hidup keagamaan mereka, tampak melalui perkataan mereka pada ayat 33. Yesus menawarkan pada mereka kemerdekaan dari belenggu dosa yang disorakkan oleh Paulus pada Roma 6. Akan tetapi, mereka menentang perkataan Yesus dan menolak tawaran tersebut. Dengan demikian mereka tetap pada karakter mereka sebagai orang-orang yang bodoh, dan akan menghadapi penghakiman rohani dan malapetaka (Yohanes 8:35; Mat. 7:26).

Kisah Para Rasul 2:41,42; 20:29-32; Kolose 3:16, 17

"Kasih karunia datang melalui pengertian". Demikian kata Thomas Aquinas dan kaum Puritan (penganut gereja protestan di abad 16, 17 yang menghendaki bentuk upacara gereja yang lebih sederhana), apa yang mereka katakan adalah benar. Allah tidak memperlakukan kita sebagai kayu dan batu atau robot, yang harus digerakkan dengan paksa, tetapi kita dihargai sebagai manusia yang berpikir. Oleh sebab itu, Tuhan memimpin kita kepada kedewasaan dan kebijaksanaan dengan merangsang pemikiran kita. Tentu saja tidak hanya pikiran yang terlibat, tetapi seluruh kehidupan kita. Oleh karena itu, firman Allah, perkataan-perkataan yang ditulis dalam Alkitab, dibaca, dikhotbahkan dan dimengerti, merupakan media utama dari kasih karunia. Firman Allah mengajar dan menantang kita, dan mampu mengubah kita karena Roh Allah sendiri yang membuat kita menerimanya. Kita menerima firman Tuhan dengan cara mengunyah dan menelannya, atau kita sebut dengan meditasi. Dengan cara ini, iman kita bertumbuh dan hidup kita diubahkan.

Berita ini merupakan perkataan para rasul, dan mereka mengkhotbahkannya (Kis. 2:41); ini adalah perkataan kasih karunia Allah, karena firman ini memberitakan kasih yang menebus manusia berdosa (20:32); firman ini adalah perkataan Kristus juga dari pada-Nya perkataan para rasul bersumber dan mendapatkan temanya. (Kol. 3:16).

Dalam kelompok ayat-ayat pertama, firman menjadi dasar dari persekutuan orang-orang percaya. Mereka menerima perkataan para rasul yang merupakan pintu terbuka untuk kehidupan bersama saudara seiman dan di dalamnya mereka dapat menikmati bentuk-bentuk kasih karunia yang lain, yaitu perjamuan kudus dan berdoa. Seandainya mereka tidak menerima kebenaran-kebenaran rasuli ini, persekutuan-persekutuan seperti ini akan kacau balau. Karena hanya ada satu Kristus, yakni Kristus yang diberitakan dalam pengajaran para rasul. Dan, hanya ada satu dasar yang benar bagi kehidupan bersama bagi gereja, yakni iman orang-orang yang percaya kepada-Nya. Ini tetap berlaku sampai sekarang.

Pada kelompok ayat-ayat kedua, perkataan di sini berarti alat untuk membangun/menumbuhkan. Setelah memperingatkan para penatua di Efesus tentang adanya penyesatan-penyesatan doktrin yang akan terjadi (30), Paulus menyerahkan mereka kepada Allah yang dari pada-Nya firman kasih karunia berasal dan dapat membangun hidup Kristen dan membawa mereka kepada kemuliaan, apapun yang terjadi. Kata "dikuduskan" di sini mengandung arti yang sama dengan arti yang terkandung dalam kata "orang-orang kudus" dan menunjuk pada tindakan Allah yang memisahkan mereka bagi Allah melalui pertobatan dan kelahiran kembali. Jadi, tidak menunjuk pada perubahan karakter mereka.

Dalam kelompok ayat-ayat berikutnya, perkataan di sini sebagai sumber dari hikmat kita bila perkataan itu diam dalam kita (kata yang sama yang dipakai untuk menyatakan Roh diam dalam kita). Hubungan yang terdapat dalam kedua pemikiran ini menunjukkan bahwa firman hanya dapat berdiam "dengan segala kepenuhannya" bila orang-orang beriman saling mengajar satu sama lain dan bersama-sama beribadah kepada Allah, misalnya memiliki persekutuan. Hal ini mengingatkan kita kepada ucapan Wesley yang mengatakan bahwa lebih tidak bersifat Kristen bila Kristen meninggalkan persekutuan dengan saudara-saudara seimannya.

Yakobus 1:16-25

Uraian Perjanjian Baru tentang logos Allah, "tulisan" atau "pesan-Nya", merupakan bahan studi yang menarik. Logos kasih karunia Allah dalam Kis. 20:32, dan logos Kristus dalam Kol. 3:16, dinyatakan sebagai logos kebenaran (18; disebut demikian karena ia menyatakan fakta dan tidak ada kebohongan di dalamnya. (3:14; 5:19; Kol. 1:5; 1 Yoh. 2:21, 27). Dalam ayat 25, logos ini disebut "hukum Allah yang sempurna", yakni ajaran-Nya yang lengkap dan tuntas tentang jalan kehidupan. Ini sebagai perbandingan terhadap ketidaksempurnaan logos Perjanjian Lama. Logos ini juga disebut "hukum yang memerdekakan orang", berita yang membawa kebebasan, sedangkan hukum Taurat dalam Perjanjian Lama telah membawa Israel ke dalam perhambaan. Pemikiran bahwa melalui tindakan Allah yang penuh kuasa, berita itu dapat menghasilkan kelahiran baru (18) senada dengan apa yang diutarakan oleh Paulus di dalam Flp. 2.;16, dia menyebut berita tersebut "logos kehidupan/firman kehidupan".

Allah melahirkan Kristen melalui firman-Nya (18). Yakobus mengemukakan hal ini untuk menggambarkan prinsip yang terkandung dalam ayat 17, bahwa segala sesuatu yang baik datang dari "Bapa Segala Terang", Pencipta matahari dan bulan serta bintang-bintang yang tidak pernah berubah. Pemerintahan-Nya atas alam semesta memperlihatkan kebesaran kuasa-Nya (25), dan melalui Yesus Kristus, Dia menunjukkan kasih-Nya sebagai Bapa kepada Kristen (27; 3:9). Sebagai anak-anak Allah yang telah mengalami kelahiran baru, Kristen menjadi "anak sulung" di antara semua ciptaan-Nya; dalam arti bahwa mereka merupakan bagian yang diberikan kepada Allah untuk menjadi milik tunggal-Nya dan untuk mengambil bagian dalam kekudusan-Nya (Kel. 23:19, Im. 23:10-17; Yer. 2:3). Inilah keadaan yang didapatkan dalam kemuliaan dan masa depan baru yang dijanjikan oleh firman kehidupan.

Allah membawa manusia ke dalam kemuliaan melalui firman-Nya (21). Kata "jiwa" menunjuk kepada manusia, sedangkan kata "selamat" menunjuk kepada hari terakhir (4:12). Di sini Yakobus menyatakan apa yang dimaksudkan di dalam ayat 19, yakni segala sesuatu tergantung apakah kita "cepat mendengar" dan menerima firman dengan lemah lembut (yaitu dengan rendah hati menerima firman sebagai karunia Allah), sehingga firman tersebut "tertanam" dalam "tanah" hati kita. (Apakah ada arti yang terselubung dari gambaran ini dengan Mat. 13:1-9, 18:23?) Penerimaan kita kepada firman ditentukan oleh kondisi mental kita sepenuhnya -- apakah kita rela menyingkirkan kesombongan kita dan bentuk-bentuk kekejian lainnya atau tidak (19-21). Jika kita bersedia, firman dapat menyelamatkan kita baik ketika kita hidup di dunia maupun di surga kelak.

Allah memberkati pelaku-pelaku firman (25). Orang yang hanya mendengarkan firman dan tidak melakukan, dia adalah seorang yang munafik dan menipu diri sendiri. Melupakan kebutuhan kita akan firman Tuhan merupakan tindakan yang amat gegabah, bodoh, dan tidak dapat dimaafkan (23, dst.). Meneliti firman (bergaul dengan firman, kata terjemahan dari bahasa Yunani) dan melakukan apa yang dikatakan firman dengan setia merupakan satu-satunya jalan untuk menjadi Kristen yang diberkati.

Diambil dari:
Judul artikel : Firman Allah dan Kehidupan di dalam Kristus
Judul buku : Manusia Baru
Judul buku asli : The New Man
Penulis : J.I Packer
Penerbit : Persekutuan Pembaca Alkitab (PPA)
Halaman : 38-45
Kategori: 
Taxonomy upgrade extras: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA