AUA-I Referensi 01a

Pelajaran 01|Pertanyaan 01|Referensi 01b |Referensi 01c

Nama Kursus : APOLOGETIKA UNTUK AWAM I (AUA I)
Nama Pelajaran : Dasar yang Kokoh
Kode Referensi : AUA I-R01a

Referensi AUA I-R01a diambil dari:

Judul buku : Pedoman Apologetika Kristen
Judul artikel : Mengenai Apologetika
Pengarang : Peter Kreeft dan Ronald K. Tacelli
Penerbit : Yayasan Kalam Hidup, Bandung, 2006
Halaman : 23 -- 31

MENGENAI APOLOGETIKA

  1. Jawaban-Jawaban terhadap Keberatan-Keberatan dalam Melakukan Apologetik.

  2. Kebanyakan orang tidak senang atau mengabaikan apologetik karena hal itu tampaknya bersifat terlalu intelektual, abstrak, dan rasional. Mereka mengemukakan bahwa kehidupan, kasih, moralitas, dan kekudusan itu jauh lebih penting daripada akal.

    Mereka yang memiliki pola berpikir sedemikian memang benar; namun mereka tidak sempat memperhatikan bahwa sebenarnya mereka pun sedang terlibat dalam proses berpikir. Kita tak dapat menghindar dari hal ini. Yang hanya dapat kita hindari adalah melakukannya secara baik. Selain itu, akal itu sebenarnya adalah sahabat, bukan musuh iman dan menjadi sahabat kekudusan, karena akal itu adalah jalan menuju kebenaran, dan kekudusan berarti mengasihi Allah yang adalah Kebenaran.

    Bukan hanya berpikir secara apologetik mengantar seseorang kepada iman dan kekudusan, melainkan iman dan kekudusan juga mengantar kepada berpikir secara apologetik. Karena kekudusan berarti mengasihi Allah, dan mengasihi Allah berarti menaati kehendak Allah, dan kehendak Allah bagi kita adalah mengenal Dia dan "siap sedia memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu" (1 Ptr. 3:15).

    Akhirnya, fakta bahwa apologetik tidak sepenting seperti kasih tidak berarti bahwa apologetik itu tidak sangat, sangat penting. Fakta bahwa kesehatan tidak sepenting seperti hikmat tidak berarti bahwa kesehatan itu tidak sangat penting - misalnya jauh lebih penting cari uang.

    Seluruh argumentasi yang dikemukakan dalam buku ini, dan di dalam buku-buku lain mengenai apologetik yang pernah ditulis, kurang nilainya di hadapan Allah dibandingkan dengan perbuatan kasih kepadanya atau kepada sesama Anda. Tetapi walaupun salah satu dari argumentasi ini sangat baik, argumentasi itu sendiri memiliki nilai yang melebihi nilai uang yang Anda belanjakan.

    Sebuah alasan lain yang lebih dalam mengapa sebagian orang tidak menyenangi hal berpikir secara apologetik adalah karena mereka memutuskan untuk percaya atau tidak dengan hati mereka ketimbang dengan kepala mereka. Bahkan argumentasi yang paling sempurna pun tidak menggerakkan hati orang seperti emosi, keinginan, dan pengalaman nyata. Kebanyakan dari kita mengetahui bahwa hati kita, bukan kepala kita, yang menjadi pusat kita. Tetapi apologetik masuk sampai ke hati kita melalui kepala kita. Kepala itu sangat penting karena berfungsi menjadi pintu yang menuju ke hati. Kita hanya akan dapat mengasihi apa yang kita kenal atau ketahui.

    Selanjutnya, akal itu minimal memiliki kuasa untuk memveto. Kita tak dapat mempercayai sesuatu yang kita ketahui tidak benar, dan kita tak dapat mengasihi sesuatu yang kita percayai tidak nyata. Argumentasi- argumentasi mungkin tidak akan mengantar Anda kepada iman, tetapi pasti hal-hal itu dapat menjauhkan Anda dari iman. Karena itu kita harus terjun dan ikut serta dalam peperangan argumentasi ini.

    Argumentasi-argumentasi dapat mengantar Anda kepada iman, sama seperti sebuah mobil dapat mengantar Anda ke tepi pantai. Mobil itu rak yang dapat berenang; Anda harus meloncat masuk ke dalam air untuk dapat berenang. Namun Anda tak dapat meloncat ke dalam air apabila Anda berada ratusan kilometer dari pantai laut. Anda pertama-tama membutuhkan mobil yang akan membawa Anda ke tempat di mana Anda dapat membuat loncatan iman ke dalam air laut. Iman adalah sebuah loncatan, namun itu adalah loncatan dalam terang, bukan dalam kegelapan.

    Kepala itu laksana seorang navigator kapal. Hati itu laksana kapten kapal. (Yang dimaksud Kitab Suci dengan "hati" lebih dekat dengan "kehendak" daripada "perasaan".) Keduanya penting. Masing-masing saling menaati satu dengan yang lain dengan cara yang berbeda.

  3. Alasan-Alasan untuk Melakukan Apologetik

  4. Alasan pertama, bagi orang Kristen adalah karena ketaatan kepada kehendak Allah yang dinyatakan dalam firman-Nya. Penolakan untuk memberi pertanggungjawaban (alasan) bagi iman merupakan ketidaktaatan kepada Allah. Sekurang-kurangnya ada dua alasan praktis mengapa kita melakukan apologetik, yaitu: untuk meyakinkan orang tidak percaya dan untuk mengajar dan membangun orang percaya.

    Kalaupun tak ada orang tak percaya yang perlu diyakinkan, kita masih harus memberikan pertanggungjawaban atas iman kita, karena iman itu tidak berdiri sendiri, melainkan menghasilkan atasan- atasan sama seperti iman itu menghasilkan perbuatan baik. Iman itu mendidik akal dan akal memeriksa isi dari "iman yang telah disampaikan kepada orang- orang kudus" (Yud. 3).

    Selain itu, iman bagi orang Kristen adalah iman kepada Allah yang adalah kasih, Kekasih jiwa kita, dan Yang kita kasihi; dan semakin hati kita mengasihi seseorang, semakin besar keinginan pikiran kita untuk mengenal pribadi yang kita kasihi itu. Iman dengan sendirinya mengantar kepada akal melalui perantaraan kasih. Jadi iman itu mengantar kepada akal, dan akal mengantar kepada iman - itulah yang ingin diperlihatkan oleh buku ini. Demikianlah akal dan iman adalah sahabat, sekawan, pasangan, partner.

    Apologetik itu juga dapat diumpamakan seperti peperangan karena iman dan akal sebagai dua sahabat itu memiliki musuhmusuh yang sama. Argumentasi-argumentasi apologetik adalah seumpama perlengkapan peperangan. Perhatikan bagaimana Paulus menjelaskan tentang peperangan rohani di mana apologetik itu juga turut terlibat:

    "Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merobohkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus" (2 Kor. 10:3-5).

    Dalam peperangan ini kita mempertahankan iman maupun akal, karena akal adalah sahabat kebenaran, dan ketiadaan iman itu adalah ketiadaan kebenaran. Dalam mempertahankan iman, kita menguasai kembali teritorial pikiran yang kita miliki, atau yang menjadi milik Allah. Seluruh teritorial itu adalah milik Allah. Sebagaimana yang dikatakan Arthur Holmes, "Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah."

    Namun peperangan itu adalah untuk melawan ketidakpercayaan, bukan untuk melawan orang tidak percaya, sama seperti insulin yang diperuntukkan bagi penyakit diabetes, bukannya untuk penderita diabetes. Sasaran dari apologetik bukanlah kemenangan, melainkan kebenaran. Kedua pihak akan menang. Ucapan Abraham Lincoln juga dapat diterapkan kepada argumentasi apologetik: "Cara yang terbaik untuk dapat mengalahkan musuh Anda adalah menjadikannya teman Anda."

    Kami mengundang para kritik!ts, mereka yang skeptis, untuk berdialog dengan kami dan menulis kepada kami - demi mewujudkan kebersamaan dalam mencari kebenaran, dan demi untuk (kurang penting) memperbaiki edisi-edisi masa depan buku ini. Salah satu dari beberapa hal dalam kehidupan ini yang tak dapat membahayakan kita, adalah mencari kebenaran itu secara jujur.

  5. Mengenai Metodologi

  6. Suatu pendahuluan atau perkenalan kepada apologetik biasanya membahas mengenai metodologi. Namun kami tidak melakukan hal ini. Kami percaya bahwa dewasa ini pertanyaan-pertanyaan yang sekunder mengenai metodologi sering menyelewengkan perhatian kita dari pertanyaan- pertanyaan primer mengenai kebenaran. Tujuan kami adalah "kembali kepada hal-hal dasar". Kami tidak memiliki kapak metodologi khusus untuk menebang. Kami coba menggunakan standar- standar rasionalitas yang masuk akal dan prinsip-prinsip logika yang diterima secara universal dalam pembahasan-pembahasan kami. Kami mengumpulkan dan mempertajam argumentasi-argumentasi seperti orang-orang yang senang koleksi batu-batu permata berharga yang mengumpulkan dan kemudian memoles batu-batu itu supaya kelihatan lebih indah; para pembaca dapat menyusunnya sesuai dengan berbagai situasi atau latar belakang mereka sendiri.

    Namun kami harus menyampaikan satu hal mengenai metodologi, yaitu: bagaimana untuk tidak menggunakan buku [bahan] ini.

    Kami telah mengatakan bahwa argumentasi-argumentasi apologetik adalah seperti perlengkapan perang. Ini merupakan metafora yang berbahaya, karena perlengkapan perang ini tak pernah digunakan untuk memukul kepala orang. Argumentasi adalah kegiatan manusia yang merupakan bagian dari konteks sosial dan psikologis yang lebih luas. Konteks ini mencakup: (1) jiwa seutuhnya (psyche) dari dua orang yang terlibat dalam suatu kegiatan dialog, (2) hubungan antara dua orang, (3) situasi di mana mereka sendiri sedang berada, dan (4) situasi sosial, kultural, dan historikal yang lebih luas di sekitar mereka. Bahkan faktor-faktor nasional, politik, rasial, dan seksual pun mempengaruhi situasi apologetis. Seseorang tidak boleh menggunakan argumentasi- argumentasi sama yang digunakan dalam berdiskusi dengan wanita India ketika berhadapan dengan seorang remaja Afrika-Amerika dari Los Angeles.

    Dengan perkataan lain, walaupun argumentasi-argumentasi itu adalah senjata-senjata, fungsinya lebih menyerupai sebuah pedang daripada sebuah bom. Kita ketahui bahwa bom tidak akan mempedulikan sasarannya. Juga tidak perlu banyak menjadi masalah tentang siapa yang menjatuhkan bom itu. Namun untuk sebuah pedang, sangat penting sekali siapa yang mengayunkannya, karena pedang itu adalah kepanjangan tangan dari orang yang memegangnya. Demikian pula, sebuah argumentasi dalam apologetik, bila benar-benar digunakan dalam dialog, merupakan kepanjangan tangan dari orang yang terlibat dalam argumentasi itu. Nada suara, kesungguhan, kepedulian, perhatian, sikap main mendengar, dan menghargai dari orang yang berargumentasi sangat penting dan menentukan seperti logikanya, bahkan terkadang lebih penting. Dunia ini dapat dimenangkan bagi Kristus bukan melalui argumentasi- argumentasi, melainkan melalui kekudusan: "Ucapan Anda terdengar sedemikian nyaring sehingga saya hampir tak dapat mendengarkan apa yang Anda katakan."

  7. Kebutuhan Akan Apologetik Dewasa Ini

  8. Apologetik secara khusus sangat dibutuhkan dewasa ini, khususnya di saat dunia sedang diperhadapkan pada tiga persimpangan jalan dan berbagai krisis.

    1. Peradaban Barat untuk pertama kalinya dalam sejarah sedang menghadapi bahaya sekarat. Alasannya bersifat spiritual. Peradabannya sedang kehilangan kehidupannya, jiwanya; dan jiwa yang dimaksud adalah iman Kristen. Infeksi yang sedang mematikannya bukan multikulturalisme kemajemukan budaya atau agama dan kepercayan lain - melainkan monokulturalisme sekularisme - ketiadaan iman, ketiadaan jiwa. Abad kita ini ditandai oleh pembasmian kelompok orang tertentu, kekacauan seksual, dan penyembahan uang. Apabila para nabi tidak mengucapkan kebohongan, maka kita akan mengalami kehancuran, kecuali jika kita bertobat dan "memutar kembali jarum jamnya" (bukan secara teknologi, melainkan secara spiritual). Gereja Yesus Kristus tidak akan pernah mati, namun peradaban kita bisa mati. Apabila pintu-pintu neraka tidak akan dapat menguasai gereja, maka dunia ini pun pasti tidak akan bisa melakukannya. Kami melaksanakan apologetik bukan untuk menyelamatkan gereja, melainkan untuk menyelamatkan dunia.

    2. Kita bukan hanya sedang nenghadapi krisis kultural dan kemasyarakatan, melainkan kita pun sedang berada di tengah krisis filosofis dan intelektual. Krisis yang kita sedang hadapi adalah "krisis kebenaran". Ide mengenai kebenaran objektif semakin diabaikan, ditinggalkan atau diserang - bukan hanya dari sisi praktis, melainkan juga dari sisi teoritis, secara langsung dan terbuka, terutama oleh lembaga-lembaga pendidikan dan media, yang membentuk pikiran-pikiran kita.

    3. Hal yang terakhir, tingkat yang terdalam dari krisis yang kita hadapi bukanlah bersifat kultural atau intelektual, melainkan spiritual. Yang dipertaruhkan adalah jiwa-jiwa manusia, lelaki maupun wanita yang baginya Kristus telah mati. Sebagian orang berpikir bahwa hari kiamat telah dekat. Kami bersikap skeptis terhadap ramalan seperti itu, namun kami mengetahui satu hal yang pasti: setiap orang sedang mendekati ajalnya, kematian dan hukuman kekal setiap hari. Peradaban kita bisa saja bertahan lagi sampai satu abad lagi, tetapi Anda sendiri tidak akan dapat bertahan. Anda segera akan menghadap Tuhan tanpa dapat menyembunyikan sesuatu. Sebaiknya Anda mulai belajar mengasihi dan mencari terang itu selama masih ada kesempatan, supaya Anda akan menikmati sukacita dan bukan ketakutan untuk selama-lamanya. Adalah hal yang tak sesuai dewasa ini untuk menulis hal-hal seperti ini pada masa kini -- suatu kenyataan yang berbicara banyak sekali tentang kesehatan spiritual dari masa gaya burung unta yang sedang kita hadapi ini.

  9. Kekristenan Belaka atau Ortodoks

  10. Kami membatasi diri kami dalam buku ini pada kepercayaan kepercayaan inti yang dikenal oleh seluruh orang Kristen ortodoks - yang disebut oleh C.S. Lewis "Kekristenan Belaka". Istilah belaka tidak diartikan sesuatu "denominasi yang terendah" yang abstrak, melainkan menunjukkan intisari atau pokok iman seperti yang disimpulkan dalam Pengakuan Iman Rasuli. Intisari pengajaran yang kuno dan tak berubah ini telah mempersatukan orang-orang, percaya yang berbeda-beda satu dengan yang lain dan telah dipergunakan pula untuk menentang orang yang tidak percaya yang berada di banyak gereja dan denominasi maupun yang berada di luar. Para teolog liberal (atau modernis, atau demytologis atau revisionis) tidak akan senang dengan buku ini, terutama tentang argumentasi- argumentasinya mengenai mukjizat-mukjizat, keabsahan Kitab Suci, realita kebangkitan, keilahian Kristus, dan realita mengenai surga dan neraka. Kami mengundang mereka untuk bergabung bersama-sama dengan mereka yang mengaku diri bukan orang-orang percaya untuk coba mengemukakan sanggahan-sanggahan terhadap argumentasi- argumentasi ini. Kami juga mengundang mereka untuk mulai mempraktekkan "pemberian label kebenaran" yang lebih akurat dalam menjelaskan posisi mereka sendiri.

    Para pembaca liberal mungkin akan mencap buku ini sebagai buku "konservatif" atau "sayap kanan". Istilah-istilah itu tidak tepat atau tak cocok.

    Istilah "konservatif" yang berlawanan dengan "progresif", mengacu kepada sesuatu dalam waktu dan sejarah, bukan kebenaran-kebenaran kekal, melainkan pendapat-pendapat atau cara-cara masa lampau yang bertentangan dengan mash depan. Sesuatu yang "progresif" pada suatu waktu dapat menjadi "konservatif" pada waktu yang lain. Pertanyaan apakah Allah, surga, atau mukjizat-mukjizat ada merupakan pertanyaan yang tidak menyangkut pendapat-pendapat yang terikat dengan waktu, melainkan menyangkut realita-realita yang tidak berubah.

    Istilah "sayap kanan" mengacu kepada orientasi politik. pasca Revolusi Perancis, yang bertentangan dengan "sayap kiri" (kira-kira sosialis), yang sama sekali tak ada kaitannya dengan apologetik Kristen. Kebenaran atau kekeliruan sosialisme dalam politik tak ada kaitannya dengan eksistensi atau noneksistensi Allah.

    Istilah teologis yang tepat bagi mereka yang menamakan diri teolog "liberal" atau "sayap kiri" atau "progresif" adalah "heretik". Secara definisi, seorang heretik adalah seorang yang menyeleweng atau meninggalkan doktrin yang esensial (dari istilah Yunani haireomai yang berarti "memilih sendiri"). Oleh karena kebanyakan kaum heretik masa kini tidak lagi percaya kepada pokok-pokok doktrin esensial, maka mereka tidak menerima label ini.

    Keberatan yang mereka kemukakan masih memiliki bobot karena gereja pernah ternoda oleh Peristiwa Inquisisi, di mana gereja melakukan kesalahan yang sama seperti yang dilakukan kaurri liberal yaitu: mengacaukan ajaran sesat dengan orang-orang sesat. Peristiwa Inquisisi Spanyol keliru menghancurkan orang-orang heretik demi untuk dengan benar menghancurkan ajaran heretik; kaum "liberal" modern keliru mengasihi ajaran heretik demi untuk dengan benar mengasihi kawan heretik.

    Apologetik bertujuan membela kekristenan ortodoks. Para penyeleweng dari kebenaran tidak senang berapologetik untuk kekristenan ortodoks karena mereka tidak mempercayai kekristenan ortodoks itu. Mereka lebih senang meminta maaf untuk itu, daripada berupaya membelanya.

Taxonomy upgrade extras: