Bimbingan dalam Membesarkan dan Mendidik Anak

"Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan; dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik." Amsal 24:3, 4)

Saya senang memelihara binatang. Saya memelihara anak ayam, itik, dan kucing ketika masih kecil. Setelah dewasa, saya pun memelihara anak anjing. Membesarkan anak anjing tidaklah sesederhana dan semudah yang dipikirkan banyak orang karena dibutuhkan kondisi dan suasana yang sesuai. Anda akan memahami yang saya maksud bila Anda pernah mencoba menetaskan telur. Telur tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena selain membutuhkan suhu yang tetap dari pemanas, telur itu juga perlu selalu dibolak-balik. Anak anjing yang baru lahir juga membutuhkan perawatan yang sangat saksama. Ia perlu dijauhkan dari anjing-anjing yang lain. Kita juga harus mencuci tangan dulu sebelum menyentuh anak anjing itu jika kita telah menyentuh anjing lain selain induknya. Mengapa? Karena sistem kekebalan tubuh mereka belum bekerja, sehingga mereka masih sangat rentan.

Suasana yang Membantu Anak Menjadi Serupa dengan Yesus

mengajar Alkitab

Suasana dalam keluarga sangat berperan untuk menoiong anak-anak menjadi serupa dengan Yesus. Ada beberapa hal yang harus dihindari. Ada pula beberapa hal lain yang harus tersedia. Mari kita cermati hal- hal yang terjadi dalam keluarga dan apa saja yang masih perlu kita lakukan.

Pernahkah Anda membantu anak-anak membuat sesuatu yang rumit seperti miniatur pesawat terbang? Saya tidak tahu pengalaman Anda. Yang jelas ketika saya mengalaminya, saya merasa perlu memiliki sebuah perencanaan yang rinci mengenai setiap potongan miniatur serta letaknya. Kehidupan keluarga juga merupakan sesuatu yang paling rumit, karena terdiri atas banyak hubungan yang rumit dan saling terkait dengan dunia di sekeliling kita. Bukan berarti semua anggota dari sebuah keluarga yang sehat akan terlihat seolah-olah keluar dari satu cetakan yang sama. Oleh kreatifitas Allah yang tak terbatas, akan muncul banyak keanekaragaman di sekeliling kita.

Adakah suatu pola khusus yang dapat diikuti untuk membangun keluarga? Saya telah menemukan beberapa pola ketika meneliti berbagai buku berdasarkan topik ini. Saat ini, banyak orang mengaku sebagai ahli di bidang ini. Siapakah yang dapat kita percaya untuk proyek yang sangat berharga ini?

Jika Anda berkata kepada seorang dokter, "Saya sehat," maka untuk memastikan ketepatan diagnosa Anda, sang dokter akan menggunakan suatu kriteria tertentu. Jikalau Anda pergi ke seorang ahli terapi keluarga dan bertanya, "Apakah keluarga saya sehat?" Kriteria apakah yang akan digunakan sang ahli terapi ini untuk menganalisanya? Mari kita lihat beberapa dasar untuk membangun keluarga yang sehat.

Membangun Dasar Pernikahan yang Sehat

- Hubungan Pernikahan

Hubungan pernikahan merupakan faktor yang paling penting dalam kehidupan berkeluarga. Hubungan pernikahan merupakan fondasi dari struktur keluarga yang akan dibangun. Kita perlu membedakan suami dan istri sebagai unit pernikahan atau sebagai unit orang tua. Namun masing-masing punya peran dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Dua orang secara bersamaan dapat berfungsi sebagai pasangan dan orang tua, tetapi tetap mempunyai peran yang berbeda.

Sebuah keluarga dengan pernikahan yang tidak sehat akan selalu menghadapi pertentangan yang berat. Hubungan pernikahan yang hangat, penuh kasih, dan saling mendukung akan berpengaruh sangat baik terhadap pertumbuhan anak. Dengan banyaknya buku mengenai pernikahan, kita takkan kekurangan informasi tentang topik ini.

- Bagaimana Tanggapan Keluarga Terhadap Kekuasaan?

Apakah yang terlintas dalam pikiran Anda ketika berpikir mengenai kekuasaan? Dalam konteks pembicaraan ini, saya mengartikan "kekuasaan" sebagai kemampuan setiap orang untuk mempengaruhi orang lain; atau kemampuan untuk menjadikan pikiran dan perasaan kita sebagai kekuatan utama dalam mengambil keputusan.

Kekuasaan dalam keluarga dapat dipilah-pilah dalam berbagai cara. Kekuasaan dapat dibagi secara merata di antara seluruh anggota keluarga. Atau sebaliknya, kekuasaan hanya didominasi oleh satu orang. Dalam keluarga yang berpola dominasi seperti ini, peluang untuk membangun hubungan yang dekat atau intim sangat kecil. Pasangan atau orang tua yang sangat dominan biasanya tidak dapat membina hubungan yang akrab. Dalam keluarga yang sehat, kekuasaan dibagi di antara kedua pasangan, sementara itu sedikit demi sedikit memberikan peluang kepada anak-anak untuk belajar menggunakan kekuasaan dengan cara yang sehat. Mereka mengajar anak-anak untuk mandiri.

- Keakraban Keluarga

Karakteristik ketiga dari keluarga yang sehat adalah tingkat dan jenis keakraban keluarga. Keakraban satu keluarga sangatlah penting, tetapi perlu diseimbangkan dengan adanya kebebasan berekspresi dan kesempatan untuk menyendiri bagi setiap individu bila diperlukan. Artinya, Anda saling memahami dan menerima kebutuhan-kebutuhan yang timbul karena perbedaan kepribadian.

Pengekangan emosi atau pengungkapan emosi secara berlebihan dalam keluarga dapat sangat merusak. Dalam dua situasi tersebut, batas-batas pribadi cenderung dilanggar. Tidak adanya kehangatan dan kasih sayang dapat menimbulkan rasa tak aman dan kehausan akan kasih sayang. Sebaliknya, kontrol yang berlebihan menekan kebebasan dan keakraban individu.

Keakraban dan otonomi perlu diusahakan dalam sebuah keluarga. Jika tidak, kelak semua anggota keluarga, terutama anak-anak, akan kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Seberapa akrab hubungan antar-anggota keluarga Anda? Seberapa baik batas-batas pribadi diperhatikan dan dihormati? Semua hal ini merupakan dasar- dasar penting dalam membangun keluarga yang sehat.

Satu keluarga memang berbeda dari keluarga lain. Demikian pula setiap orang mempunyai kepribadian yang unik. Pesan berikut perlu diperhatikan dengan saksama: tidak ada salahnya Anda menjadi diri Anda sendiri dan saya menjadi diri saya sendiri.

- Pola Komunikasi

Hal keempat yang perlu dievaluasi adalah pola komunikasi dalam keluarga. Apakah setiap orang diperbolehkan untuk berbicara, membagikan perasaan, membagikan hal-hal yang disenangi dan yang tidak? Apakah setiap orang bebas mengungkapkan perasaan? Atau, adakah daftar larangan tak tertulis untuk beberapa macam emosi?

Makan bersama

Beberapa keluarga mengizinkan anggotanya untuk marah, tetapi tidak untuk mengungkapkan kasih sayang. Mungkin saja keluarga yang lain menerapkan sebaliknya. Beberapa keluarga lainnya melarang anggota- anggotanya mengungkapkan semua jenis perasaan. Beberapa keluarga lagi membiarkan keadaan hati mempengaruhi suasana, baik itu kehangatan, sopan santun, kemarahan, depresi, atau kehilangan harapan.

Kita semua dapat bertumbuh dan berfungsi dengan baik bila lingkungan sekitar menerima kehadiran kita. Adakah setiap anggota keluarga bersedia saling mendengarkan? Yang saya maksud adalah mendengar sungguh-sungguh, dengan mata dan telinga. Kebanyakan percakapan dalam keluarga hanya seperti percakapan antara orang-orang tuli. Firman Allah memanggil kita untuk menjadi pendengar yang "selalu siap untuk mendengar" (Yak. 1:19). "Seseorang yang memberi jawab sebelum mendengar fakta-faktanya adalah bodoh dan akan mendapat malu." (Ams. 18:13).

Orang tua harus menjadi teladan. Dengan gaya komunikasi mereka sendiri, mereka dapat mengajarkan prinsip-prinsip berbicara dalam bahasa orang lain. Kita hanya perlu berhati-hati terhadap perbedaan gender dan kepribadian yang dapat memicu timbulnya berbagai macam reaksi.

Dapatkah setiap anggota keluarga mengungkapkan dirinya secara bebas? Mungkin dalam keluarga Anda setiap orang bebas memotong pembicaraan orang lain, berbicara mewakili anggota lain, atau menyelesaikan perkataan anggota keluarga lain. Kebiasaan-kebiasaan buruk seperti ini dapat berkembang tanpa kita sadari.

Berdasarkan kerangka pola komunikasi, pertumbuhan dan kemajuan setiap unit keluarga dicerminkan oleh kemampuan masing-masing pribadi untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan konflik. Kemampuan bermusyawarah merupakan keahlian yang perlu dipelajari oleh pasangan suami-istri dan kemudian diajarkan kepada anak-anak mereka.

Dalam keluarga yang sehat, kita dapat menanggapi konflik sebagai peluang untuk bertumbuh. Pernahkah Anda membayangkan konflik yang terjadi dalam keluarga Yesus? Antara Yesus dan orang tua-Nya serta saudara-saudara-Nya? Saya sangat ingin tahu cara mereka menyelesaikan konflik yang ada.

Munculnya sebuah konflik dapat menjadi peluang bagi Roh Kudus untuk menuntun dan memulihkan kita.

Keluarga yang terus-menerus bertumbuh secara sehat selalu memusatkan diri pada keberhasilan dan bukan pada kegagalan. Mereka lebih mengingat saat-saat permasalahan dapat terselesaikan dan juga cara- cara pemecahannya agar mereka dapat melakukannya lagi. Mereka mau belajar dari pengalaman. Mereka tak mau terus memperdebatkan kegagalan masa lalu.

Menyesuaikan Diri dan Bertumbuh

Beberapa tahun lalu, Chicago Cubs memenangkan kompetisi regional. Namun seperti yang biasa terjadi, seorang pemain andalan mereka mengalami kemunduran selama musim kompetisi tersebut. Manajer tim memperhatikan bahwa pemain ini menghabiskan banyak waktu untuk menonton film yang merekam penampilannya di lapangan, untuk menemukan penyebab kemundurannya. Sayangnya, hal itu justru membuat permainannya semakin buruk!

Manajer tim menghargai usahanya mengatasi masalah sang manajer menasihatkan pemain ini untuk mulai menonton rekaman pertandingan pada masa jayanya, saat ia memukul bola dengan kekuatan penuh. Ketika ia mulai memusatkan perhatian pada hal baik yang pernah dilakukan sebelumnya, barulah ia dapat melakukannya lagi.

Kehidupan ini penuh tantangan bagi kita semua. Salah satu tantangan yang tersulit adalah menghadapi sesuatu yang luar biasa dalam hidup kita karena kehilangan atau karena suatu peristiwa tragis. Kesanggupan keluarga dalam mengatasi situasi krisis maupun perubahan-perubahan yang sering terjadi dapat menjadi barometer kesehatan keluarga.

Perubahan yang umum, seperti anak meninggalkan rumah untuk sekolah, menikah, atau kembali ke rumah lagi, memberi peluang yang tak terhingga bagi seluruh keluarga untuk melakukan penyesuaian dan bertumbuh. Bagaimana tanggapan seseorang saat terjadi perubahan dan bagaimana tanggapan yang muncul antar-anggota keluarga mencerminkan kesehatan keluarga.

Banyak keluarga menjadi berantakan karena krisis yang mendadak atau perubahan yang tak terduga. Mereka memandang perubahan sebagai ancaman, sesuatu yang menakutkan. Keluarga lain mengalami kesulitan yang sama, tetapi dapat memetik pelajaran berharga dari pengalaman tersebut.

Semangat yang dimiliki keluarga berikut dapat menjadi contoh bagi kita. Seorang ibu menjalani operasi dan harus dirawat di rumah sakit selama 27 hari. Suami dan tiga anaknya yang berusia 7, 11, dan 14 tahun harus menjalani hidup tanpa ibu mereka selama masa tersebut. Mereka memasak, membersihkan rumah, dan melakukan tugas-tugas lain yang sama sekali asing bagi mereka. Ketika sang ibu kembali, ia masih perlu waktu untuk memulihkan kesehatan hingga akhirnya dapat melakukan tugasnya kembali. Pada saat-saat tertentu seluruh keluarga berkumpul dan saling berbagi tentang apa yang mereka rasakan, apa yang mereka pelajari, dan bagaimana mereka berubah dengan ketidakhadiran sang ibu.

Krisis seperti ini dapat memperkuat, atau sebaliknya memperlemah hubungan yang ada. Masalah merupakan peluang yang memungkinkan kita untuk bertumbuh, baik secara perorangan maupun sebagai keluarga. Paulus menjelaskan hal ini ketika berkata:

"Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa [tidak biasa bagi Anda dan posisi Anda] terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita [bersorak gembira] pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya [dipenuhi cahaya dan kemegahan]" (1 Petrus 4:12,13).

Menjadi Orang Tua yang Penuh Kasih

Semua orang tua dalam keluarga yang sehat harus memenuhi panggilan Allah untuk menjadi orang tua yang penuh kasih. Tanggung jawab yang terutama adalah untuk membesarkan anak. Mari kita lihat beberapa hal yang dibutuhkan dalam membesarkan anak secara sehat.

Sebagai orang tua, pernahkah Anda berpikir, apakah yang telah saya lakukan bagi kerohanian anak saya? Banyak orang tua mempertanyakan hal ini, terutama setelah melewati hari yang penuh tekanan, sia-sia, kacau, dan melelahkan.

Ada orang tua yang berkata, "Suatu saat saya memertanyakan apakah saya telah menyelesaikan tugas saya. Kelihatannya saya hanya seperti mengawasi seorang anak pada saat-saat tertentu kemudian beralih ke anak yang lain, mencoba melindunginya dari suatu bencana, atau berusaha melakukan tindakan penyelamatan yang masih dapat dilakukan. Apakah ini, yang disebut menjadi orang tua? Apakah ini yang harus saya penuhi dalam hidup saya? Bagaimana saya dapat membawa mereka lebih dekat kepada Yesus? Saya hanya merasa seperti seorang pengawas."

Orang tua yang lain mengungkapkan, "Membesarkan anak ternyata jauh berbeda dari yang saya kira. Terkadang saya lebih merasa seperti seorang sopir dan di lain hari saya merasa seperti seorang pengontrol pekerjaan rumah anak-anak. Kemudian ada kalanya saya berperan sebagai penyeleksi acara TV dan koki untuk menyiapkan makan malam! Saya ingin berperan sebagai orang tua dalam hidup saya, dan saya tidak tahu kapan saya dapat melakukannya. Apakah saya telah kehilangan arah? Sudahkah saya memberikan waktu dan energi untuk bidang yang tepat, atau masih perlukah saya mengarahkan diri pada hal lain? Kapan saya dapat mengajar mereka menjadi lebih serupa dengan Yesus, di sela kegiatan mengasuh?"

Kadang kala mengasuh anak jauh lebih berat dibandingkan tugas lainnya. Kita sangat mudah tenggelam dalam tugas-tugas dan kegiatan rumah tangga, serta membereskan kekacauan-kekacauan yang terjadi. Dengan begitu kita tak lagi terfokus pada panggilan untuk menjadi orang tua kristiani.

Pada zaman dulu, ada saat-saat Allah memanggil umatNya untuk kembali pada tujuan utama mereka. Karena kesibukan yang ada, ada baiknya bila kita mengarahkan diri kembali pada panggilan kita sebagai orang tua. Pikirkan dan bacalah dengan cermat pemikiran berikut setiap hari selama satu bulan. Anda tidak akan kehilangan arah bila melakukannya.

Tujuan utama membesarkan anak adalah untuk menghasilkan anak yang berkarakter saleh, sehingga Allah dipermuliakan. Ini akan mengubah cara pandang kita terhadap kewajiban membesarkan anak. Tujuan kita bukan lagi untuk menyelesaikan masalah keluarga dan menemukan sedikit kedamaian. Kita terlibat dalam program akbar Allah. Kita sedang membentuk hidup yang siap masuk ke dalam kekekalan. Kita berperan dalam pembentukan watak anak sehingga ia dapat mencerminkan kemuliaan Allah.

Diambil dari:
Judul Buku : Raising Kids to Love Jesus 2
Judul Artikel : Bimbingan dalam Membesarkan dan Mendidik Anak
Pengarang : H. Norman Wright
Penerbit : Gloria, Jogjakarta, 2003
Halaman : 63 -- 82
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA