Horizon, Pengertian Yohanes Pembaptis, & Historisitas Injil Yohanes

Oleh: Shinwook

Kata "horizon" adalah istilah yang dipakai dalam bidang hermeneutika. Definisi horizon adalah batasan atau bentang pengetahuan, pemahaman, atau pengalaman seseorang (the limit or range of a person's knowledge, understanding, or experience). Kata ini diterjemahkan dengan kata cakrawala atau wawasan. Hal yang penting adalah unsur "keterbatasan" dalam pengertian. Orang menafsirkan sesuatu dari horizonnya. Ia dipengaruhi atau dibatasi oleh pengetahuan, pengertian, dan pengalamannya yang terbatas.

Dalam mengeksegesis Injil Yohanes (atau Injil Sinoptika) kita harus memperhatikan ketiga horizon: horizon murid-murid Yesus pada masa pelayanan Yesus (27-30 M), horizon penulis dan para pembaca pertama (his intended readers) pada tahun kira-kira 80-85 M, (dan pada tahun kira-kira 60-70 untuk Injil Synoptika), dan horizon para pembaca kitab Injil Yohanes sebagai salah satu kitab dari 66 kitab pada masa kini. Adanya ketiga horizon ini berbeda dengan kitab-kitab lain di Perjanjian Baru (PB) kecuali Kisah Para Rasul; kitab-kitab lain hanya ada dua horizon yaitu horizon penulis dan para pembaca pertama, dan horizon kita sekarang.

Ada horizon lain yang dibahas oleh para tokoh PB, khususnya oleh para tokoh PB liberal. Dan sering kali istilah "sitz im leben" dipakai untuk horizon itu. Mereka membahas tentang horizon gereja mula-mula yang "passed on", meneruskan, atau menyampaikan (1 Kor 15:3) tradisi lisan. Tradisi lisan itu mencakup kisah pelayanan Yesus (mukjizat-mukjizat), ajaran oleh Yesus, pertikaian dengan para pemuka agama, serta kisah penyaliban dan kebangkitan Yesus. Dan menurut para tokoh liberal, gereja mula-mula tidak hanya meneruskan (passed on) tradisi lisan dari saksi mata, tetapi juga membuat kisah rekaan dan mengubah tradisi kisah sesuai dengan konteks (sitz im leben) mereka. Dan, menurut mereka para saksi mata/para rasul membuat kisah mukjizat dan kebangkitan.

Horizon pertama berkaitan dengan masalah historisitas. Para tokoh PB liberal menyangkal bahwa kisah-kisah dalam keempat Injil itu historis. Antara keempat Injil, Injil Yohaneslah yang paling dikritik. Mereka meragukan dan mempertanyakan historisitas Injil Yohanes.

Horizon kedua berkaitan dengan teologi biblika. Apa yang dipahami oleh penulis Injil Yohanes dan yang dicantumkan dalam Injilnya sekarang dirumuskan oleh para teolog PB menjadi teologi Injil Yohanes. Jadi, teologi Injil Yohanes harus dirumuskan hanya berdasarkan Injil Yohanes. Akan tetapi, kita juga harus ingat bahwa para penulis Injil tidak mencantumkan semua teologi/pemahaman yang mereka miliki dalam Injil mereka karena tujuan mereka bukan menyajikan teologi mereka, tetapi menulis Injil untuk jemaat yang mereka layani.

Horizon ketiga berkaitan dengan teologi sistematika dan teologi praktika. Kita yang mempunyai akses pada 66 kitab merumuskan teologi sistematika dengan memadukan teologi-teologi biblika secara logis dan menurut tema, kemudian mempraktikkannya sesuai dengan konteks kita masing-masing. Jadi, teologi kontekstual itu berkaitan dengan teologi praktika.

Ada banyak hal yang dapat dibahas tentang isu-isu horizon. Namun, saya akan berfokus pada horizon pertama dan horizon kedua. Teologi Injil Yohanes berkaitan dengan horizon kedua: apa yang dipahami oleh penulis Injil tentang Yesus, "percaya", dan "hidup kekal" itu (Yohanes 20:31)? Akan tetapi, kita juga harus menyelidiki horizon pertama karena kalau teologi Injil Yohanes dirumuskan berdasarkan kisah yang tidak historis, teologi itu bukanlah sebuah kebenaran. Banyak tokoh liberal merumuskan teologi Injil Yohanes sambil menyangkal historisitas Injil Yohanes. Dan, kita harus membedakan pengertian para murid pada horizon pertama dengan pemahaman penulis pada horizon kedua. Jangka waktu antara kedua horizon itu kira-kira 50 tahun lebih. Dan hal ini sangat ditekankan oleh penulis Injil (Carson: "Understanding Misunderstanding in the Fourth Gospel"). Penulis Injil Yohanes menekankan bahwa para murid tidak memahami ajaran Yesus pada masa pelayanan-Nya sebelum kebangkitan-Nya.

Horizon para murid pada masa pelayanan Yesus (27-30 M): pengertian Yohanes Pembaptis.

Para murid adalah orang Yahudi dan mantan murid Yohanes Pembaptis. Jadi, pengertian dan pengharapan mereka akan Mesias itu paling dipengaruhi oleh Yudaisme dan Yohanes Pembaptis.

Pertama, walaupun ada nas-nas Perjanjian Lama (PL) yang dikutip oleh para penulis PB sebagai nas-nas yang bernubuat tentang kesengsaraan, kebangkitan, dan keilahian Mesias, nas-nas tersebut tidak ditafsirkan demikian dalam tulisan agama Yahudi pada masa Bait Suci kedua.

Bangsa Yahudi mengalami perubahan yang drastis pada masa Bait Suci yang kedua (516–70 sM):

  1. Mereka berkomitmen untuk belajar dan menaati Hukum/Kitab Taurat.
  2. Mereka juga diserbu oleh Hellenisme.
  3. Beberapa aliran agama muncul karena tekad mereka kepada Taurat dan juga karena perselisihan antara mereka.
  4. Setelah dijajah oleh kekaisaran Babilonia, Persia, Yunani, dan kemudian Roma selama 6 abad, bangkitnya harapan besar akan Mesias yang akan membawa pemerintahan Allah. Pada masa itu banyak buku ditulis untuk memberi harapan akan Mesias. Akan tetapi, Mesias yang mereka nantikan itu bukan Mesias yang akan menderita dan juga bukan Mesias yang praeksisten yang akan menjadi manusia
  5. .

Bagaimanakah dengan pengertian Yohanes Pembaptis? Dalam Injil yang keempat, Yohanes Pembaptis memberi kesaksian bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29, 36) dan Anak Allah (Yohanes 1:35). Kesaksian ini bertentangan dengan kisah dari Injil Matius 11:2-6 dan Lukas 7:18-23. Menurut perikop Q ini (Q adalah istilah dalam bidang PB untuk perikop sejajar dalam Matius dan Lukas dan tidak terdapat dalam Markus), Yohanes Pembaptis mengutus dua murid dari penjara untuk bertanya kepada Yesus, "Apakah Engkaulah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan yang lain?" Dan sepertinya kedua kisah (Injil Yohanes dan Q) ini bertentangan. Bagaimanakah Yohanes Pembaptis bersaksi bahwa Yesuslah Anak Domba Allah dan sekaligus Anak Allah, lalu pada kemudian hari meragukan kemesiasan Yesus? Ada tiga kemungkinan untuk menjawab pertentangan antara kedua kisah ini. Kemungkinan pertama: memang kedua kisah ini bertentangan karena kisah dalam Injil Yohanes itu tidak historis. Kesaksian itu mencerminkan iman/pengertian gereja mula-mula, dan tidak mungkin Yohanes Pembaptis mempunyai pengertian sedalam itu. Dan kaum liberal menyangkal historisitas kisah-kisah lain dalam Injil Yohanes. Kemungkian kedua: kedua kisah itu historis. Yohanes Pembaptis tidak pernah meragukan kemesiasan Yesus karena ia tahu Yesus adalah Anak Allah yang praeksisten dan Anak Domba Allah yang akan menghapus dosa dunia dengan menanggungnya. Dia mengutus dua muridnya supaya mereka sendiri dapat mendengar dan percaya kepada Yesus, tetapi jawaban ini terlalu polos. Kemungkian ketiga: kita harus membedakan pengertian/maksud Yohanes Pembaptis dari pengertian/maksud Yohanes penulis Injil.

Dalam Yohanes 1:29 kata kerja yang diterjemahkan dengan kata menghapus ("take away" dalam bahasa Ingris) itu "aireo" bukan "anafero" atau "fero". Kata kerja "fero" dan "anafero" mempunyai arti menanggung sedangkan kata kerja "aireo" itu mempunyai arti menghilangkan (remove) dengan membinasakan (Matius 24:39), mengucilkan (1 Korintus 5:2), merebut (Lukas 6:29), mengangkat/mengambil (Yohanes 2:9), mengenyahkan (Yohanes 19:15). Dan inilah maksud Yohanes Pembaptis, yaitu bahwa Mesias akan menghapus dosa dunia dengan menghukum. Yohanes Pembaptis bernubuat bahwa Mesias akan menghukum orang yang tidak bertobat dengan api yang tidak terpadamkan (Matius 3:11-12; Lukas 3:16-17). Dalam kitab Wahyu, Anak Domba Allah itu adalah Hakim yang akan menghukum dunia. Dalam beberapa tulisan orang Yahudi pada masa Bait Suci yang kedua, hakim yang akan datang pada hari kiamat itu disebut Anak Domba Allah.

Mengenai Anak Allah, beberapa naskah kuno mempunyai bacaan (textual variance) "yang dipilih Allah" daripada "Anak Allah". Dalam buku tafsiran mereka, R. E. Brown, Leon Morris, dan D. A. Carson memilih bacaan (textual reading) "yang dipilih Allah" daripada bacaan "Anak Allah" karena lebih memungkinkan seorang penyalin naskah mengedit kata "yang diplih Allah" menjadi "Anak Allah" daripada sebaliknya. Dan, kalaupun bacaan "Anak Allah" itu bacaan yang otentik, kita tidak boleh berasumsi bahwa yang dimaksudkan oleh Yohanes Pembaptis ialah Anak Allah yang praeksisten. Jawaban ini lebih masuk akal dan dapat menjelaskan mengapa murid-murid Yesus tidak mengerti tentang rencana Yesus untuk disalibkan. Seandainya Yohanes Pembaptis sudah mengerti bahwa Yesuslah Anak Domba Allah yang akan menanggung dosa dunia dan Anak Allah yang praeksisten, tidak mungkin ia tidak memberitahukan hal itu kepada murid-muridnya. Ia yakin bahwa Yesuslah Mesias yang diutus Allah untuk menghukum dosa dunia dan mendatangkan pemerintahan Allah. Dan, memang Yesus akan menggenapi pengharapan itu secara sempurna ketika Ia datang kembali. Akan tetapi, untuk sementara Yesus hanya menggenapi pengharapan Yohanes Pembaptis secara rohani pada kedatangan pertama. Dan hal itu membuat Yohanes Pembaptis ragu-ragu tentang kemesiasan Yesus karena Yesus pada saat itu sepertinya tidak akan memenuhi harapannya.

Ada satu hal lain yang harus diperhatikan dalam Injil Yohanes tentang pengertian Yohanes Pembaptis. Hal yang dimaksud ialah tentang ayat-ayat di Yohanes 3:31-36.Apakah perikop ini adalah perkataan Yohanes Pembaptis atau komentar penulis Injil? Hampir semua tokoh PB memiliki pendapat yang sama, yaitu bahwa teologi dalam perikop ini adalah teologi penulis Injil, bukan teologi Yohanes Pembaptis. Akan tetapi, banyak terjemahan Alkitab menerjemahkan perikop ini sebagai perkatan Yohanes Pembaptis dengan menggunakan tanda kutip. (Tidak ada tanda kutip untuk ayat-ayat dalam Yohanes 3:31-36 dan dan Yohanes 3:16-21 dalam NET Bible dan beberapa terjemahan lain). Memang itu gaya tulisan penulis Injil Yohanes. Memang cukup sulit memisahkan perkataan pembicara daripada komentar penulis baik dalam perikop dalam Yohanes 3:22-36 maupun dalam perikop sebelumnya (Yohanes 3:1-21). (Dalam perikop 3:1-21, kebanyakan komentator menafsirkan bahwa paling tidak mulai ayat 16 itu komentar oleh penulis Injil, bukan perkataan Yesus kepada Nikodemus. Alasannya ajaran/teologi yang dicantumkan dalam perikop Yohanes 3:16-21 tidak mungkin dimengerti oleh Nikodemus pada saat itu.) Dengan menyadari bahwa Yohanes Pembaptis pun tidak memahami kedua aspek kemesiasan Yesus -- penderitaan dan keilahian-Nya, kita bisa lebih mengerti horizon para murid pada masa pelayanan Yesus (27-30 M). Dan dengan asumsi ini tentang pengertian Yohanes Pembaptis, walaupun sulit kita dapat berusaha menyelaraskan "pertentangan" antara Injil Sinoptika dan Injil Yohanes. Akan tetapi, kalau kita masih yakin bahwa Yohanes Pembaptis mengerti dan bersaksi bahwa Yesuslah Anak Allah yang praekisten dan Anak Domba Allah yang akan menanggung dosa dunia, menyelaraskan pertentangan antara Injil Sinoptika dan Injil Yohanes itu akan sangat sulit.

Referensi:

  1. Brown, R. E. The Gospel according to John; Introduction, Translation, and Notes, 2 vols, (Geoffery Chapman/ Doubleday, 1966-71)
  2. Carson, D. A. The Gospel according to John (Inter-Varsity Press/ Eerdmans, 1991)
  3. Johnson, Luke Timothy The Writings of the New Testament: An Interpretation (Fortress Press 1986, rev. ed. 2002).
  4. Ladd, Geroge Eldon A Theology of the New Testament Revised Edition Edited by Donald Hagner (Eerdmans, 1993)
  5. Ladd, George Eldon Teologi Perjanjian Baru
  6. Morris, Leon The Gospel according to John (Eerdmans, 1971)
  7. Morris, Leon New Testament Theology (Zondervan, 1986)
  8. Morris, Leon Teologi Perjanjian Baru (Gandum Mas, 1986)
  9. Smalley, Stephen S John: Evangelist & Interpreter (Inter Varsity Press 1978, 2nd ed. 1998)
  10. Wilkins, Michael J. Following the Master: Discipleship in the Steps of Jesus (Zondervan, 1992)
Kategori: 

Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs PESTA